KEGIATAN: SERASEHAN PSIKOLOGI MENYINGKAP ALAT UKUR ILLEGAL DAN MENGHADAPI ERA AI YANG DINAMIS

Rabu, 21 Juni 2023 22:25 WIB   Magister Psikologi Profesi

Pada hari Sabtu 3 Juni 2023 telah terlaksana kegiatan saresahan psikologi yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Angkatan 2022. Kegiatan ini diisi oleh tiga pemateri, dua pemateri merupakan mahasiswa magister psikologi profesi yaitu saudari Salsabila dan sadara Andi. Kemudian dihadirkan pemantik utama oleh bapak Ibnu Sutoko, M.Psi., Psikolog. Beliau merupakan seorang psikolog dan dosen fakultas psikologi UMM. Kegiatan serasehan dibuka oleh Assc. Prof Dr. Tulus Winarsunu selaku dosen mata kuliah Penyusunan Alat Ukur Psikologi. Kegiatan ini dihadiri oleh peserta yang merupakan mahasiswa dan alumni psikologi.

Bapak Assc. Prof Dr. Tulus Winarsunu menyampaikan dalam sambutannya bahwa saat ini perlu berdamai dengan teknologi, sebab calon customer dari para psikolog saat ini sudah terbiasa dengan aktivitas jarak jauh. Mulai banyaknya kemudahan yang diberikan dengan teknologi termasuk bidang psikologi, namun perlu lebih lanjut untuk membahas ini bagaimana legalitas dan kredibilitas dari asesmen atau intervensi dengan teknologi khususnya AI. Kredibilitas hasil pengukuran melalui online, sebab banyaknya saat ini mulai memperjualbelikan alat ukur psikologi, banyaknya aplikasi aplikasi untuk asesmen dan intervensi. Jika ini tidak dibahas, disikapi, tidak ada tindak lanjutnya maka yang mendapatkan keuntungan justru bukan orang dengan latarbelakang bidang psikologi. Sebab yang menjual alat ukur secara bebas di marketplace saat ini justru bukan mereka dengan latar belakang psikologi. Belum ada elaborasi, kesadaran bahwa adanya masalah terkait asesmen dibidang psikologi ini. Maka perlu dorongan kesadaran dari kita yang mulai sadar dengan hal ini agar pemegang kebijakan segera mengambil langkah yang tepat. Legalitas internal berhubungan dengan kode etik psikologi dan Legalitas eksternal akan berhubungan dengan pelanggaran hukum – criminal.

Saudari Salsabila selaku pemateri terkait penjualan alat ukur illegal menyampaikan bahwa saat ini mulai muncul fenomena mengkhawatirkan yaitu perdagangan alat ukur illegal yang marak. Perdagangan illegal ini merujuk pada praktik illegal memproduksi, mendistribusikan, atau menjual alat ukur yang tidak memenuhi standar juga persyaratan sesuai ketetapan dari badan pengatur yang berwenang. Sehingga, hal tersebut dapat memberikan dampak yang serius seperti, tidak akurat, kerugian finansial, hingga ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan publik. Pada dasarnya telah diatur terkait perlindungan alat ukur psikologi dalam kode etik psikologi pada Pasal 60 ayat 1 : psikolog wajib melindungi alat tes psikologi, artinya, alat tes psikologi merupakan sesuatu yang seharusnya tidak disebar luaskan dengan tujuan apapun kepada masyarakat. Berikut merupakan daftar market place yang menjual alat tes psikologi dapat dilihat melalui layer di depan (menampilkan table list marketplace). Hasil penelusuran bersama, ditemukan edaran penjualan alat tes psikologi secara illegal pada 4 market place yaitu Tokopedia terdiri dari 6 toko, shopee terdiri 11 toko, blibli 1 toko dan satu website. Adapun jenis alat tes yang dijual yaitu mulai dari tes intelegensi, bakat minat hingga kepribadian.

Saudara Andi menambahkan bahwa fungsi AI beriringan dengan perkembangan teknologi yang tujuannya untuk membantu. Internet sudah menjadi hal yang sangat dekat dengan diri individu, sehingga tidak dapat dihindari lagi. Hal yang menjadi perlu dibahas adalah terkait isu etik yang berhubungan dengan psikologi. AI merupakan proses belajar seperti halnya manusia tetapi lebih canggih dan proses pada AI ini berupa pengumpulan big data dengan pembacaan koding. Psikolog dan ilmuwan psikologi tidak dengan mudah tergantikan oleh AI, karena ada hal yang tidak dimiliki oleh AI yaitu empati, menumbuhkan naluri yang hanya dipelajari oleh manusia. Namun, tidak menutup kemungkinan digitalisasi dalam bidang psikologi ini dapat terus berkembang mulai dari sudut pandang ilmiah hingga layanan psikologi berupa asesmen, diagnosis dan intervensi. Perkembangan ini akan terus menjadi pantauan bersama agar tetap sesuai dengan etika psikologi.

Bapak Ibnu selaku pemantik dari dua pemateri sebelumnya menyempurnakan dengan menyampaikan bahwa pengembangan alat ukur psikologi sudah diatur oleh APA tetapi harus digunakan oleh professional sesuai dengan ketentuannya yaitu kompetensi yang dimiliki oleh psikolog atau ilmuwan psikologi. Terlebih ketika masa covid yang memberikan dampak yang cukup besar terhadap asesmen dan intervensi yang dilakukan dengan telepsikologi. AI merupakan fasilitas yang dapat menghambat manusia tanpa mengimbangi sehingga terbentuk manusia yang menuntut instan. Maka perlu untuk benar benar mengelola dengan baik. Saat ini Indonesia belum ada payung hukum terkait bagaimana jika penggunaan alat ukur psikologi yang diberikan oleh orang yang tidak dengan latarbelakang psikologi.

            Adapun hasil diskusi bersama dengan peserta ialah sebagai berikut, perlu adanya ketegasan kebijakan dan memperluas psikoedukasi terkait alat tes psikologi sehingga masyarakat lebih memahami bagaimana nilai tes yang sebenernya. Sebab jika tidak dilakukan oleh professional maka hasil interpretasi yang diberikan tentunya kurang konprehensif. Perlu melatih skill soft selling terkait alat tes psikologi yang lebih tepat dan legal dengan hasil interpretasi yang lebih komprehensif. Pada dasarnya alat ukur sudah diatur oleh himpsi terkait kategori dan klasifikasi tes tetapi kebijakan pelanggaran belum kuat. Para mahasiswa saat ini perlu mendorong himpsi terkait kebijakan tersebut secara bertahap mulai dari wilayah hingga pusat. Himpsi cukup terbuka dengan masukan di lapangan, tetapi perlu adanya bukti yang kuat terkait hal yang disampaikan. Langkah konkrit dapat dilakukan oleh pemegang kebijakan etik yaitu HIMPSI pusat meminta kepada marketplace untuk blacklist market yang menjual alat tes illegal agar tidak keluar ketika di searching. Jadi masyarakat pun tidak dapat mengkonsumsi dengan mudah. Mengadakan marketplace khusus seperti pearson yang telah banyak dibeberapa negara untuk menjual alat tes digital legal dengan klasifikasi khusus sesuai dengan ketentuannya.

Fungsi AI dalam dinamika klien pada asesmen dan intervensi ialah memudahkan dalam bidang praktisi psikologi namun perlu menyeimbangi dengan kemampuan psikolog yang sebenernya. HIMPSI bekerja sama dengan orang orang tertentu agar dapat melakukan pencegahan alat ukur illegal.

Kita tidak boleh tergerus dengan zaman dan harus beradaptasi dan terjun langsung dengan adanya AI. Bisa gabung himpsi dan bisa masuk ke dalam sistem tersebut. Beberapa tahun ke depan persaingan bukan hanya sesama manusia. Contoh yang saat ini telah ditemukan yaitu seorang klien yang jatuh cinta dengan chat AI yang dapat menceritakan dan menarasikan kisah cinta. Kedepannya apabila ada yang patah hati, musuhnya bukan lagi sesama manusia. Tapi ke depannya bisa saja musuh tersebut adalah AI. AI bisa sangat berbahaya untuk anak dan ditakutkan bahwa orang tua tidak tahu akan hal tersebut.

Konsep dasar dari AI adalah membaca koding, sehingga dari sini dapat dipaham bahwa AI dapat membentuk koding terkait emosi termasuk empati. Kemudian manusia dapat merasakan perasaan seperti dimengerti bahkan dicintai. Hal tersebut bukan hanya membantu, tapi mengancam profesi psikolog. Saat ini mungkin tidak tampak, tapi kita tidak tahu kedepannya bagaimana AI yang semakin berkembang pesat ini. Jadi, belum dapat dipastikan bahwa AI sebenarnya membantu ataukah merugikan kita sendiri sebagai psikolog.

AI memang membantu tetapi apabila digunakan secara terus menerus akan merugikan manusia. Ketika seseorang tergantung dengan hal tersebut, maka orang tersebut tidak mendapatkan hal yang realistis. Hanya text sehingga lama kelamaan tidak akan mendapatkan peningkatan. Sehingga akan menyerang individu sebagai penggunanya. Ketika tidak dapat apa yang dia inginkan menjadi flat yang membuat dampak – dampak psikologis. Apalagi ketika terlalu jatuh cinta dengan AI. Proses belajar dari AI tidak dapat diprediksi dan berkembang secara eksponensial tergantung data koding yang dibuat. Yang utama adalah bagaimana proses dinamika dari permasalahan individu itu

Saudari Nadira selaku moderator serasehan menyimpulkan, pertama perlu dilakukannya edukasi menyeluruh kepada masyarakat untuk menggunakan asesmen melalui jalur yang tepat dan legal. Kedua, AI tidak dapat kita hindari atau bahkan anti terhadap penggunaan AI itu sendiri, karena sejatinya AI ada untuk dapat memudahkan. Jangan menunggu sampai mampu melakukan hal besar, tapi mulailah dari melakukan hal-hal kecil karena kita tidak pernah tahu perubahan akan datang dari mana.

Shared: