DISKUSI PANEL: DIGITALISASI LAYANAN PSIKOLOGI: AKANKAH PERAN PRAKTISI TERGANTIKAN?

Rabu, 21 Juni 2023 22:31 WIB   Magister Psikologi Profesi

DIGITALISASI LAYANAN PSIKOLOGI: AKANKAH PERAN PRAKTISI TERGANTIKAN?

Waktu Pelaksanaan  : Sabtu, 10 Juni 2023 pukul 13.00 – 16.00 WIB

Lokasi                         : Zoom Meeting

Peserta                        : 113 peserta

Bentuk kegiatan          : Diskusi Panel

Tema                          : Digitalisasi Layanan Psikologi untuk Menyongsong Pemerataan Sehat Mental di Berbagai Penjuru Negeri.

Tujuan Kegiatan       :

  1. Mengkaji efektivitas dari pemberian layanan psikologi berbasis digital
  2. Mencari titik terang atas keabsahan layanan psikologi berbasis teknologi
  3. Membedah peluang beserta tantangan dari digitalisasi layanan psikologi
  4. Menyusun rencana program layanan psikologi yang akan datang

Narasumber               :

  1. M. Faisal Akbar, S.Psi (Recruitment consultant, ex HR Alodokter)
  2. Hanif Akhtar, S.Psi., M.A (Founder Smesta Psikometrika, Penggiat konstruksi alat ukur, pengembang webtie)
  3. M. Salis Yuniardi, M.Psi., Ph.D., Psikolog (Ketua HIMPSI Malang)

Pembahasan              : Digitalisasi Layanan Psikologi

Pelaksanaan               :

            Acara Dsikusi Panel diadakan oleh Magister Psikologi Profesi Universitas angkatan 2022 Universitas Muhammadiyah Malang pada Sabtu, 10 Juni 2023 dalam rangka memenuhi mata kuliah Penyusunan Alat Ukur Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

            Pada pelaksanaannya, Ria Fuziarty, S. Psi, selaku Master of Cermony (MC) membuka dan memandu jalannya acara. Acara diawali dengan doa, pemutaran lagu Indonesia Raya, Sang Surya, dan Himne Psikologi. Kemudian dilanjutkan dengan pembukaan acara yang diwakilkan oleh  Ketua Pelaksana (Citra Ayu Prigantari, S.Psi). Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh Annisa Muslimah Thamrin, S.Psi, sebagai Moderator acara. Annisa mengawali diskusi dengan memaparkan penemuan Mahasiswa Magister Psikologi Profesi UMM 2022 mengenai asesmen dan intervensi psikologi yang dilakukan secara digital berbasis aplikasi. Keresahan tersebut membuat Mahasiswa Magister Psikologi Profesi UMM 2022 apakah aplikasi-aplikasi tersebut membantu atau malah menggeser peran para praktisi psikologi.

            Diskusi diawali dengan pemapatan materi oleh Bapak Faisal Akbar, S.Psi, yang memaparkan bahwa pada penyelenggaraan rekrutmen berbasis aplikasi menggunakan telemedicine digunakan dalam pembahasan kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Telemedicine digunakan untuk menghubungkan pasien dan dokter. Pada penguanaannya, penggunaan telemedicine kesulitan untuk mencari dokter umum dan dokter spesialis, juga keterbatasan proses anamnesis dilakukan dengan bantuan oleh chat bot Artificial Intelligence (AI). Hingga pelaksanaannya penggunaan telemdicine tidak begitu berkembang karena tidak bisa memberikan resep melalui chat dan proses anamnesis yang terbatas. Namun karena adanya COVID-19 pada tahun 2019, akhirnya kebijakan diubah dan telemedicine berkembang hingga dapat memberikan anamnesis awal, memberikan diagnosa, memberi resep obat, hingga membeli obat melalui telemedicine tersebut. Artinya, telemedicine ini sangat berguna bagi masyarakat dan mempermudah masyarakat dalam mendapat layanan kesehatan.

            Pemateri kedua, Bapak Hanif Akhtar, S.Psi., M.A memaparkan mengenai peluang dan tantangan dari asesmen psikologi secara digital. Computer based test (CBT) memiliki keunggulan yaitu efisien dari segi biaya dan waktu yang bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Namun terdapat tantangan tersendiri dalam penggunaan CBT berupa memerlukan insfrastuktur digital khusus, berupa platform yang membuthkan pengetahuan pengambangan. Maka praktisi psikologi perlu bekerja sama dengan bidang ilmu lain. Kemudian koneksi internet dan keamanan soal, karena potensi bocor sangat besar, serta motivasi peserta tes menjadi tantangan tersendiri sehingga kevalidan hasil tes sangat berpengaruh. Platform populer mengenai CBT adalah survey (google form, survey monkey, qualtrics), game-based (kaahoot, quiziz), dll. Tantangan lainnya berupa cheating (kognitif tes) dan faking (personality tes) dalam mengerjakan tes agar diterima di tempat yang dilamar. Sehingga terdapat ancaman validitas, korespondensi atau motivasi mengerjakan yang asal-asalan. APA telah memiliki guideline tele-asesmen yang terdiri dari: jangan membahayakan alat tes, lakukan yang terbaik dengan penuh perhatian dan etika, berhati-hati dengan kualitas data, dan berpikir kritis tentang substitusi tes.

Hal yang sering ditemukan pada penelitian mengenai tele-asesmen adalah motivasi yang rendah akhirnya data tercemar dan tidak menggambarkan kondisi asli responden atau mengancam validitas. Pencegahan bisa dilakukan dengan pemberian intensif, pemberian feedback hasil tes, indentifikasi responden, meningkatkan relevansi asesmen, dan modifikasi desain asesmen. Peserta yang melakukan atau menyelesaikan tes terlalu cepat hal tersebut perlu ditinjau ulang bisa jadi peserta melakukannya secara asal-asalan. Hal tersebutlah yang biasa terjadi jika melakukan CBT. Comuputerized Adaptive Testing (CAT) merupakan basic dari asesmen di era AI dan sangat membantu dalam rangka mendeteksi facial recognition, sound detection, no face/two faces, dan eye tracking. Kesimpulannya, online CBT membawa banyak kemudahan bagi asesmen psikologi karena bisa mendapat data yang tidak bisa didapatkan dari paper-based tes (eg. response time).

            Panelis terakhir, Bapak M. Salis Yuniardi, M.Psi., Ph.D., Psikolog, memaparkan mengenai Psychology and Society 5.0. Industri 5.0 merupakan anti tesis dari 4.0. Dalam pandangan klinis, terdapat 5 stresor pada masa 4.0 yaitu tidak fokus/ perceptual distraction, gangguan tidur, ketidakseimbangan pekerjaan dan kehidupan/ imbalance work-life, ketakutan akan ketertinggalan informasi/fear of missing out, dan membandingkan sosial/social comparison. Hingga 5.0 mendobrak agar menjadi pendorong yang lebih humanis. Hingga yang harus dilakukan oleh praktisi tidak perlu khawatir, malahan gerakan 5.0 jika semakin digencarkan akan semakin terdepan. Praktisi juga harus memperkuat specific excellent competency atau komptensi spesialis, berdaptasi dengan teknologi maupun bahasa, baik bahasa sekunder maupun bahasa koding teknologi, dan mengkombinasi antara teknik konvensional dengan teknologi. Hingga blended therapy, blended therapy lebih efektif dalam menangani permasalahan psikologis klien. Kesimpulannya, peran psikolog tidak akan hilang karena praktisi psikologi akan terus mengembangkan specific excellent competency dengan menerapkan menggabungkan antara teknologi modern dengan konvensional.

Shared: